Ada satu pertanyaan yang selalu menggelayut dalam pikiran, dan dengan suatu kerangka pemikiran yang sedemikian rupa (relatif ilmiah?) saya berusaha mencoba memberikan suatu jawaban atas pertanyaan tadi yang kiranya dapat diterima oleh nalar keilmuan yaitu berkenaan dengan penggunaan nama sebuah tempat yaitu KUNINGAN, sebagai nama satu daerah yang kini menjadi salah satu kabupaten di Jawa Barat. Sebenarnya sejak kapan sih nama Kuningan ini dipakai bila menilik sejarahnya?, seberapa lama atau tua?, pernah menjadi nama sebutan atau julukan apa saja Kuningan itu?, bagaimana bila dibandingkan dengan usia ketuaan dari nama daerah-daerah lainnya yang kini eksis di Jawa Barat sebagai nama kabupaten-kabupaten, sudah tuakah atau bahkan paling tuakah Kuningan itu? Kita akan coba membedahnya dalam pembicaraan kali ini.
Bila kita melihat sejarah daerah-daerah ibukota kabupaten di Jawa Barat, nama Kuningan yang sekarang termasuk salah satu Kabupaten di wilayah III, yaitu Jawa Barat sebelah timur bersama dengan Kab & Kodya Cirebon, Kab. Indramayu, dan Kab. Majalengka barangkali nama “Kuningan” telah lebih dulu disebut dalam sejarah sebagai daerah yang paling dulu ada. Demikian halnya dalam skala lebih luas di luar wilayah III Cirebon.
Di Jawa Barat ini lebih dari 20 kab/kod (yakni 26 kab/kod menurut data terakhir prop Jabar), yang masing-masing kabupaten/kotamadya ini tentunya punya latar sejarah perjalanan hidupnya masing-masing. Dan kalau kita membuka sejarah berdirinya tiap kabupaten/kotamadya yang ada di Jawa Barat ini (melalui search engine ke google dll.) akan nampak perbadingan angka tahun kapan suatu kabupaten/kodya dimaksud itu berdiri, misalnya: Kab. Cirebon – 1482, Kab. Bandung – 1641, Kab. Garut – 1813, Kab. Tasikmalaya – 1913, Kab. Ciamis – 1915 . Bahkan ada nama-nama kabupaten dalam sejarahnya itu pernah menggunakan nama yang berbeda, misalnya ada Timbanganten, Limbangan (Garut), Imbanagara, Galuh (Ciamis), Sukapura (Tasikmalaya), Caruban (Cirebon).
Selanjutnya bagaimana dengan Kuningan ?…… Menurut sumber Pemda kab. Kuningan bahwa titimangsa lahirnya Kab. Kuningan mengambil dari peristiwa pelantikan putera angkat Sunan Gunung Jati (Suranggajaya, putera Ki Gedeng Luragung) menjadi seorang Adipati (adipati = raja kecil) di Kuningan, yaitu tgl 1 September 1498. Penempatan & penetapan putera angkat Sunan Gunung Jati ini barangkali dapat dikatakan bahwa Kuningan saat itu berada di bawah pegaruh (kekuasaan) Kerajaan Islam Cirebon. Kemudian menurut pendapat Bpk. Sobana Hardjasaputra (Unpad) penetapan Kabupaten Kuningan seharusnya mengacu pada Peraturan No 23 th 1819 (staatsblad Hindia Belanda) yang menetapkan nama Kuningan sebagai nama satu dari lima Kabupaten di bawah naungan Keresiden Cirebon, yaitu: Cirebon, Maja, Bengawan Wetan, Kuningan, dan Galuh. Berarti berdasarkan staatblad bahwa th 1819 itulah sebagai awal berdirinya Kuningan sebagai nama Kabupaten (= pemerintahan daerah Tk II). Namun dalam hal ini, bukan mencari penetapan dasar hukum (de jure) tentang berdirinya Kuningan sebagai nama kabupaten yang akan kita tinjau, melainkan eksistensi penggunaan nama “KUNINGAN” itu sendiri sebagai nama daerah atau tempat secara de facto yang akan kita soroti.
Kalau kita merunut pada salah satu sumber sejarah yaitu naskah kuno Carita Parahiyangan, yang diperkirakan ditulis pada akhir masa pemerintahan Kerajaan Padjadjaran (1579/1580), naskah ini di dalamnya menuliskan dengan jelas kata-kata KUNINGAN sebagai nama suatu tempat atau daerah. Tempat bernama Kuningan ini berada dalam suatu lingkup keadaan yang digambarkan pernah eksis bersama dengan Galuh, Sunda, dan Galunggung; yaitu pada kurun waktu ketika raja Sanjaya mulai menguasai Kerajaan Galuh (abad ke-7 M). Berarti dari keterangan ini dapat diduga bahwa daerah bernama Kuningan itu sebenarnya telah ada pada abad ke-7 Masehi. Pada waktu itu di Kuningan ada pemerintahan bercorak kerajaan bernama Saunggalah yang diperintah Sang Seuweukarma atau Resiguru Demunawan. Bahkan disebutkan pula bahwa sebelum Demunawan berlangsung pemerintahan di Kuningan yang dipimpin Sang Prabu Wiragati (Sang Pandawa), bersama Sang Wulan dan Sang Tumanggal. Dari hal tersebut berarti bisa terjadi bahwa sebelum abad ke-7 M pun nama “Kuningan” sebenarnya telah ada atau eksis sebagai nama sebuah tempat yang menurut setting historisnya jelas berada di lokasi propinsi Jawa Barat sekarang.
Yang menjadi daya tarik untuk diungkapkan adalah tentang eksistensi nama “Kuningan” yang berarti usia ketuaannya sederajat atau satu level dengan nama “Galuh” dan “Galunggung”. Dalam perkembangan berikutnya 3 nama tempat ini mengalami “degradasi” yang berbeda, yakni nama “Kuningan” tetap abadi dipakai hingga menjadi nama kabupaten sekarang ini, sementara penggunaan nama “Galuh” dan “Galunggung” mengalami perubahan, yakni Galuh menjadi nama kabupaten Ciamis, dan Galunggung mejadi nama tempat (gunung) di Tasikmalaya sekarang ini.
Sementara itu dalam masa peralihan dari zaman Hindu ke zaman Islam, konon nama Kuningan pernah mendapat sebutan lain yaitu KAJENE yang diambil dari bahasa Jawa (?) yang artinya sama dengan “Kuning yang agung”. Namun sayang tidak diperoleh keterangan yang pasti berapa lama penggunaan nama Kajene ini dipakai dan pada masa pemerintahan siapa yang mengendalikan Kuningan saat itu.
Sayangnya memang belum ada sumber sejarah pendukung & pembanding lainnya, hanya sebatas keterangan naskah CP dan tradisi setempat. Namun walau bagaimanapun, isi naskah CP (sumber sejarah setempat, tidak sezaman) dan keterangan tradisi lokal tadi memberikan konstribusi yang besar dalam mengungkap sejarah raja dan kerajaan di Jawa Barat ini.( sne)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar